Thursday, October 15, 2009

THE SIN OF INACTION



Oleh : Herry Nurdi
editor Majalah Sabili, sebuah daiges Islamik popular Indonesia

Saya ingin mengajak Anda untuk mengingat sebuah dialog yang ada dalam filem Matrix Revolution. Terlepas dari sebarang kontroversi isu di balik film ini, tidak ada salahnya saya kutip dialog dari salah satu tokohnya, Dalam film tersebut, ada seorang tokoh utama bernama Morpheus. Dia mengatakan ,"There is different between knowing the path and walking the path," . Sangatlah berbeda , antara orang mengetahui dengan seseorang yang menapaki jalan tersebut. Tidaklah sama derajatnya , antara orang yang mengetahui sebuah ilmu dengan seorang hamba yang mengamalkan ilmu pengetahuannnya.

Mengetahui saja , sama sekali tidak cukup. Kita harus merealisasikan apa yang kita ketahui. Kita mengetahui apa itu definisi tentang kehidupan yang baik. Tapi pengetahuan tersebut tidak serta merta membuat kualitas hidup kita menjadi baik. Kita mengetahui apa itu kebenaran, tapi sekali lagi , tak cukup hanya dengan mengetahui. Kita wajib , mengetahui , mengikuti , menegakkan dan bergabung bersama kebenaran itu sendiri.

Di dunia ini , tak kurang jumlahnya orang-orang yang memiliki pengetahuan , Tapi apakah dunia menjadi lebih baik, hanya dengan itu? Dunia berubah , ketika orang yang berpengetahuan melakukan sesuatu berdasarkan pengetahuannya.

Dalam sebuah kalimatnya, Hassan Al-Banna pernah berkata ,"Di dunia ini , dari banyaknya jumlah manusia, hanya sedikit saja dari mereka yang sadar. Dan dari sedikit yang sadar itu, hanya sedikit saja yang ber-Islam. Dari mereka yang ber-islam , jauh lebih sedikit yang berjuang . Dari sedikit yang berjuang , jauh lebih sedikit yang bersabar. Dan dari sedikit yang bersabar itu, hanya sedikit yang saja dari mereka yang sampai akhir perjalanan."

Sangat jelas perbedaan antara orang-orang yang mengetahui , dengan mereka yang merealisasikan pengetahuannya, Dunia berubah karena orang-orang yang bergerak. Semesta pun terus bergerak , untuk menjaga stabilitasnya Bayangkan bila semesta tiba-tiba berhenti bergerak? Akan terjadi kehancuran yang tak terperi.

Karenanya, diam tak selalu emas. Diam juga bisa berubah menjadi dosa. Karena dengan diamnya, sesuatu menjadi hancur. Karena dengan diamnya sesuatu menjadi rusak. Saat itulah kita biasa menyebutnya sebagai the sin of inaction. Dosa karena tidak berbuat apa-apa.

Selama ini, kita sering beranggapan bahwa sikap pasif, minimal berbuah netral. Tak berdosa seseorang jika ia tak melakukan sebuah perbuatan dosa. Tapi rupanya tak selalu demikian.

Kiai Haji Achmad Dahlan tahu betul artinya the sin of inaction. Dosa karena tak melakukan apa-apa. Ia membaca dengan jeli pertanyaan sekaligus peringatan Allah dalam surah Al-Ma'un. " Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Mereka adalah orang yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin. Maka , celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang -orang yang lalai dari shalatnya orang -orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang yang berguna." (QS. al Ma'un:1-7)

Ia tidak ingin disebut sebagai orang yang mendustakan agama. Siapa mereka yang mendustakan agama? Mereka adalah orang-orang yang tak berbuat! Orang-orang yang memberi makan kaum papah, orang-orang yang tak memberikan pertolongan dengan barang-barang berguna. Merekalah pendusta agama. Orang-orang yang berdiam diri. Orang-orang yang membiarkan kezaliman berdiri dengan angkuh. Orang-orang yang tak ambil peduli dengan kemaksiatan yang terjadi.

Karena itulah, Kiai Haji Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyyah . Ia menolak disebut sebagai pendusta agama. Dengan Muhammadiyyah, insya Allah kelak beliau akan berdiri gagah di depan tuhannya, bersaksi tentaJustify Fullng apa yang telah diperbuatnya untuk manusia Indonesia. Ia mencerdaskan manusia. Ia memberi makan saudaranyam Ia melindungi kaum yang lemah.

Betapa banyak yang menuntut kita bergerak, hari ini, Rakyat kita di Indonesia lemah dan dilemahkan . Saudara kita di Palestina , perlu pertolongan . Muslim di Darfur, menanti kita berbuat sesuatu. Ratusan ribu pengungsim yang keluar dari Irak menyelamatkan diri, sampai hari ini masih terus menanti. Chechnyam Kashmir dan Kosovo, menunggu untuk kita bantu.

Apakah kita mampu melihat?Alangkah berdosanya kita, jika tidak melakukan sesuatu!

Perkongsian daripada : Akh Zhaf @ Mujahid Page
http://deafeningsilent.blogspot.com

Ini Bukan Dakwah Semusim

بسم الله الرحمن الرحيم
Salam Perjuangan


Amanah dakwah yang bertimbun bagi sebagian aktivis dakwah terkadang membuatkan mereka cepat lemah dan jumud. Tawaran amanah dakwah seolah datang tak kenal waktu, menuntut kita untuk segera menyelesaikannya, belum lagi ‘homework’ yang bertimbun, ‘report’ dan sebagainya. Waktu cuti bagi aktivis dakwah adalah kesempatan besar yang tak boleh disia-siakan, untuk sekadar melepaskan penat yang melekat. Atau paling tidak, dapat sedikit bernafas dengan lega dari amanah-amanah yang ada.

Fenomena hari cuti (hujung minggu, semester) aktivis menjadi hal yang amat unik untuk diperhati. Sebahagian diantaranya sibuk mempersiapkan diri menyusun agenda percutiannya. Mulai dari rehlah, mokhoyyam sehingga pulang ke kampung pada batas waktu yang tak tentu. Sebahagian lagi sibuk memikirkan perancangan dakwah ke hadapan. Mulai dari target halaqoh, strategi masuk ke sekolah, jauhlah dan lain-lain. Apakah ada yang salah bila aktivis bercuti? Kalau selama ini mereka dikenal dengan sebutan “nahnu qowwiyun amaliyun”, jawabnya tidak! Kerana sesungguhnya kita sangat perlukan istirehat. Perlu untuk melunjurkan kaki sejenak, perlu air dingin walau seteguk dan perlu berhenti untuk mendapatkan kekuatan itu kembali.

Tetapi tidak adil rasanya ketika kita mulai melepaskan ingatan-ingatan kita tentang dakwah itu sendiri. Angan kita jauh melayang entah kemana, fikiran kita seolah bebas merdeka tanpa ikatan beban apapun. Sehingga tidak dapat menangkap seberapa pentingnya amanah dakwah yang ada, menganggap amanah-amanah itu hanya milik para qiyadah semata. Ketika datang saat mutaba’ah tentang amanah yang ada, kita dengan mudah mengatakan “Afwan, belum sempat diselesaikan” atau mungkin “Afwan, tak sempat nak berfikir!””


Percutian bukan bererti menjadi saat terpenting bagi untuk mengakhiri tugas-tugas panjang ini. Hal yang paling penting bagi seoarng aktivis dakwah ketika menghadapi masa cuti adalah mewaspadai kekerasan hati yang diakibatkan terlalu lamanya seseorang tidak aktif dalam medan dakwah. Hal ini tidak muncul secara sekaligus, akan tetapi secara perlahan-lahan dan berangsur-angsur sehingga hampir-hampir tidak disedari. Ketika cuti menjelma, dengan mudahnya kita mengajukan “Cuti” pada murabbi untuk sekedar tidak menghadiri liqo’. Atau mengajukan “keringanan” kepada para qiyadah untuk free amanah, sementara hari-hari kita berlalu begitu saja tanpa tarbiyah, tanpa amanah dan tanpa bergumul dengan dakwah. Akibat dari semua ini mulai beransur-ansurlah semangat dakwah kita tidak berdaya untuk terus aktif dan terlibat dalam persoalan-persoalan dakwah. Berkaratnya hati ini membuat kita semakin mudah mengabaikan tugas-tugas jihad serta menyeru panggilan-panggilan Allah.

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingati Allah dan kepada kebenaran yang telah turun dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Al-Hadid:16).

Ikhwah fillah, fahamilah bahawa dakwah yang kita lakukan sekarang bukanlah dakwah sesaat. Ini bukanlah dakwah semusim yang gelora dan semangatnya menggema saat kita menghabiskan waktu di kampus ini saja. Sementara menjelang cuti atau berakhirnya masa kuliah kita di kampus tiada lagi gaungnya sama sekali seperti gelanggang yang ditinggal penontonnya. Tiada lagi sorak sorak suara pendukungnya, tiada lagi sorot cahaya keindahannya. Diperparah lagi banyaknya kader yang menjadi “veteran”dalam medan perjuangan.

Jadi kita seharusnya boleh mengukur sejauh mana keberhasilan cuti kita dengan amanah dakwah yang ada. Sehingga semakin banyak tugas-tugas dakwah semestinya boleh diselesaikan dengan professional, diertikan dengan pola kerja dakwah yang rapi, terstruktur dan tepat waktu karena kita mempunyai rentang waktu yang cukup untuk memikirkan dan merencanakannya. Dan juga kita boleh menilai sejauh mana kesiapan para kader dakwah menyongsong dan menyambut amanah dakwah, karena ia telah mendapatkan kekuatan kembali. Jadi ketika panggilan jihad itu mengalun indah bagaimana respon kita masing-masing untuk menyambutnya?. Wallahu alam



Dipetik daripada halaqah online.


Monday, October 5, 2009

MUSLIMAT POWER !


" Wahai saudariku yang Muslimah yang berada di jalan jihad. Saudari pula memainkan peranan yang penting di dalam bidang jihad. Peranan saudari bermula dari rumah tangga, iaitu dengan mentarbiyyahkan generasi-generasi, membesarkan mereka dan menyiapkan mereka untuk berjihad. Wanitalah yang memproses lelaki. Bagi wanita-wanita muslimat, mereka mengajar anak-anak mereka tentang peperangan-peperangan sama seperti mereka menghafazkan anak-anak mereka satu surah dari Al-Quran.

Begitu juga seorang al-ukhtul. Muslimat yang menghidupkan roh jihad adalah menjadi pembantu kepada suaminya. Ia menggesa suaminya supaya berjihad, bukannya menjadi fitnah kepada suaminya ataupun melemah dan menghalangnya. Ia juga selalu mengelokkan penjagaan harta dan anak-anak suaminya sepanjang ketiadaan suaminya yang sedang berjihad.

Pada masa dahulu seorang wanita muslimah itu memainkan peranan di medan jihad. Ia telah melakukan kerja memberi minum tentera dan merawat orang yang luka.Bahkan kadangkala seorang wanita itu turut serta menghunuskan senjata. Contohnya ialah seperti yang telah di lakukan oleh Nusaibah binti Kaab kerana mempertahankan Rasulullah SAW dlm peperangan Uhud."

( Mustafa Mashyur-Mursyidul Am ke-5 Ikhwan Muslimin)


Ayuh MUSLIMAT !!

Bangkitlah dikau wahai Srikandi Islam. Bangunlah dikau dari angan-angan yang panjang. Angan-angan yang boleh membantutkan kebangkitan Islam itu sendiri. Ingat lah! Apabila kita hidup hanya utk kita, hidupnya amatlah singkat. Bermula dr bermulanya kita dan berakhir dengan berakhirnya umur kita yang terbatas. Tetapi jika kita hidup kerana selain daripada kita, hidup kerana fikrah, sesungguhnya hidupnya panjang dan mendalam. Bermula drpd bermulanya kita dan berakhir dengan luputnya manusia di bumi ini. Jika kita merasa kita yang memulakan perjuangan ini, kita akan sempit dada menghadapi kematian( kerana perjuangan belum mencapai matlamat).

Ingatlah..bukan kita yang memulakan dan bukan kita yang mengakhirinya.Ia dimulakan oleh para nabi sehinggalah ke akhir zaman. Kita adalah mata rantai dari satu perjuangan yang panjang.
-AS SYAHID S. QUTB-



Sunday, October 4, 2009

* BAHASA TERINDAH*


Yang diucap dalam bahasa terindah
jawapan yang bertanya didengar nabi
antara kagum dan khusuk setiap ayatnya
lereng gunung menjadi amat sunyi
suara saja tegas bergema
disampai arah berkias maksud serentak
tapi jelas intinya
tidak sedetikpun Allah menghindar
atau mencemuh nabi disisi segala didoa
dipenuhi segala yang dipinta tulus dan
penuh baraqah
yatim ia tak berlindung
tidakkah tersedia juga bumbung baginya
awal begitu bergantung
kini tidakkah merdeka
bebas hidupnya

-Ramli Sarip-


Puisi buat aku lebih menghargai bahasa ibundaku. Bahasa Melayu. Yang hari ini keadilan untuknya diremehkan oleh bangsaku sendiri. Bangsa Melayu. Dengan pelbagai isu dan budaya baru yang masuk ke dalam bahasa warisan sejarah ini. Bahasa Melayu yang penuh dengan kata-kata hikmah dan sopan santun yang sering diingatkan nabi kepada umatnya supaya berhikmah dalam semua perkara termasuklah kata-kata ketika berbahasa.

Ukhwah yang terbina boleh tercalar hanya kerana kata-kata yang tidak berhikmah oleh si penyampai yang tidak berniat sama sekali ingin melukainya.




Allah S.W.T. menjadikan manusia amat istimewa dan berbeza dengan makhluk-Nya yang lain. Antara keistimewaannya yang paling utama ialah Allah S.W.T.menciptakan akal untuk manusia berfikir dan lidah untuk berbicara. Justeru, lidah menjadi jurubicara menyampaikan apa yang terasa dalam hati dan terlintas dalam fikiran manusia.

Manusia perlu menggunakan lidahnya untuk membicara perkara-perkara yang berfaedah. Antaranya membaca ayat-ayat suci al-quran, hadith-hadith Rasulullah s.a.w., pandangan para ulama', intelektual dan sebagainya seterusnya menyampaikannya kepada orang lain. Pesanan Rasulullah s.a.w. agar menyampaikan mesej Baginda walaupun satu ayat merupakan penegasan tentang betapa pentingnya kita perlu berbicara. Ia merupakan salah satu wasilah paling berkesan untuk menyampaikan mesej dakwah Islam.









Firman Allah S.W.T.:

Maksudnya:
Allah Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan al-Qur'an. Allah menciptakan manusia,mengajarnya berbicara (menerangkan sesuatu cetusan daripada fikiran dan perasaannya).'
(Surah ar-Rahman : 1-4)


Tuturkata yang dikeluarkan oleh seseorang dapat mengukur sejauhmana kemahiran, pengetahuan, buah fikiran,sopan santun, budi pekerti, pemarah, kasar, sombong atau kerendahan hatinya. Oleh itu, sewajarnya setiap insan memelihara lidahnya dan hendaklah berbicara menurut pertimbangan akal yang waras. bercakap benar, sopan santun, lembut dan lunak supaya sedap didengar dan elakkan daripada mengeluarkan kata-kata kotor.

Dalam kehidupan kita seharian, wadah pergaulan yang digunakan dapat dibahagikan kepada beberapa keadaan. Umpamanya melalui perbualan, penulisan atau perdebatan.

Sebagai manusia, kita mempunyai hak untuk menyuarakan pendapat tentang apa sahaja sama ada dalam percakapan, penulisan ataupun perdebatan. Walaubagaimanapun, ia mestilah tidak menimbulkan rasa marah, tidak puas hati, saling menyalahkan, menghina,memaki hamun, mencaci, mengeluarkan kata-kata kotor,mengutuk, menyumpah, mengaibkan dan sebagainya hingga menyinggung perasaan orang lain apatah lagi saudara kita sesama Islam. Ini kerana ia boleh merenggangkan hubungan silaturrahim, menimbulkan rasa marah, rasa benci. permusuhan dan jika keterlaluan mungkin menimbulkan kekacauan dan perbalahan.

Dalam hal ini bijak bistari pernah berpesan, 'berfikir itu pelita hati'. Pepatah Melayu pula mengatakan, 'kerana pulut santan binasa, kerana mulut badan binasa'. Jika direnung, kedua-duanya memberikan pengertian yang begitu mendalam untuk kita jadikan panduan supaya sentiasa menjaga kesopanan dalam percakapan seharian.

Oleh itu, bagi mengelakkan berlakunya sebarang perselisihan dan suasana yang tidak menyenangkan maka kita perlulah berwaspada dan berhati-hati sebelum berkata. Ibarat kata pepatah,'mulut kamu adalah harimau kamu.'

Terdapat banyak ayat al-qur'an dan hadith Rasulullah s.a.w yang memberi peringatan dan panduan tentang adab dalam percakapan.


Maksudnya:

Dan orang yang menyakiti orang mukmin,lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka lakukan, maka orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata.'
(Surah al-Ahzab : 58)

Maksudnya:
Dan katakanlah (wahai Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku (yang beriman), supaya mereka berkata dengan kata-kata yang amat baik (kepada orang yang menentang kebenaran); sesungguhnya Syaitan itu sentiasa menghasut antara mereka (Yang mukmin dan yang menentang); sesungguhnya Syaitan itu adalah musuh yang amat nyata bagi manusia.'
(Surah al-Israa':53)

AI-Quran juga memerintahkan umat Islam supaya menolak dan mencegah keburukan dengan cara yang terbaik.

Firman Allah S.W.T.:

Maksudnya:

Tidaklah sama antara kebaikan dengan keburukan itu maka cegahlah keburukan dengan cara yang terbaik...'
(Surah Fussilat : 34)

Berleluasanya budaya fitnah memfitnah, caci mencaci, penipuan, tuduh menuduh dan sebagainya dalam masyarakat Islam akan menggugat kekuatan ummah terutama dalam menghadapi ancaman pihak musuh Islam.

Pertelingkahan dan perpecahan yang wujud hasil daripada pertuturan yang ditegah oleh Islam ini sememangnya dinanti-nantikan oleh musuh Islam yang sentiasa menunggu peluang memporakperandakan kesatuan dan kekuatan umat Islam.

Ini seterusnya membuka peluang kepada mereka memperkotak-katikkan umat Islam mengikut telunjuk mereka sehingga hilang segala kemegahan dan kemuliaan budi lalu bertukar kepada kehinaan dan kemunduran dalam pelbagai bidang kehidupan.

Umat Islam tidak mungkin dapat menghadapi musuh- musuh Islam yang sentiasa berganding bahu setiap kali berhadapan dengan umat Islam selagi wujud anasir-anasir yang memecahbelahkan kesatuan dan kekuatan umat terutama melalui pertuturan yang menyalahi ajaran Islam. Menjauhi amalan-amalan sedemikian sangat penting dan amat terdesak dalam persediaan umat Islam menghadapi musuh Islam yang semakin canggih, bersatu padu dan bijak.

Inilah yang harus kita fikirkan apa yang Tuhan tarik perhatian kita itu. Apakah sanggup kita tukarkan format tarbiah kita? Rata-rata sejak datuk nenek kita sehingga sekarang mendidik anak-anak kita supaya jangan mengeluarkan kata-kata yang kasar, jangan keluarkan maki hamun. Tersasul dari mulut anak mengeluarkan perkataan yang tak senonohpun, kita cubit mulut anak itu kerana ia tidak wajar diucapkan.

Itu dia format didikan kita, itu dia cara didikan kita. Apakah kita mahu tukarkan pula dengan pendekatan pendidikan atau methodologi pendidikan dengan cara, gaya dan budaya carut mencarut serta maki hamun ini?Inilah yang harus kita renung.

Inilah yang harus sama-sama kita fikirkan. Semoga Allah S.W.T. akan memberi taufiq dan hidayah kepada kita kerana kalau cara ini berterusan, cara ini kita amalkan, maka ternyata sekali pemikiran kita sudah gersang. Apabila pemikiran kita sudah gersang, tamadun akan pincang dan akan membawa kita kecundang. Nauzubillahi min zalik.

* mohon ampun maaf dr kami (pendatang baharu) atas salah silap dalam menyatakan hasrat kami. keputusan kami muktamad. Mohon Allah S.W.T beri taufik dan hidayah kpd kita semua. sesungguhnya yang baik itu datang dari Allah dan yang buruk itu atas kelemahan diri kami seniri.yang sangat berhajat kpd Allah.

* sumber rujukan: JAKIM